Sabtu, 30 Januari 2010

Awal dari sebuah permulaan.

Saat ini saya harus melewati awal dari sebuah permulaan . hidup di Jerman dengan harus langsung berhadapan dengan winter yang suhu nya bisa mencapai beberapa minus celcius merupakan awal yang sedikit sulit untuk seorang perantau intelektual yang datang nya dari sebuah kota kecil di negara yang masih berkembang,dan itu memerlukan pemanasan yang sangat lama dan perlu keseriusan disini. Karena jika saya tidak dapat beradaptasi dengan cepat, pilihan nya cuma dua bertahan anda bisa hidup dengan aman atau anda harus mengenal teori Darwin, terseleksi oleh alam dan anda harus kembali dengan terpaksa ke tempat asal atau mati berkarat disini. Tidak lah mudah hidup di negara multikultur seperti Jerman, negara yang tergolong negara ,maju yang semua sistem nya sangat jauh teramat berbeda dengan negara sendiri , negara yang memiliki empat musim di setiap tahun nya, negara yang memiliki sejarah politik kelam, negara dengan posisi ekonomi dan politik yang memiliki kedudukan penting di benua Eropa dan tingkat dunia.Sebuah negara federasi yang memiliki 16 negara bagian denagn luas 357.021 km persegi ( kira_kira dua setengah kali pulau jawa).HIdup di negara ini lah yang menjadi tantangan saya sekarang. Berbagi tujuan menjadi bekal saya untuk datang kesini. Tidak hanya bermodalkan nekad tentunya saya melakukan beberapa kesiapan sebelum nya, dan ternyata persiapan itu belum juga cukup untuk saya ketika saya berhadapan langsung dengan tantangan itu.
Sudah satu bulan saya di sini, musim dingin pun masih berlangsung, semua tetap saja masih terasa asing untuk saya. Saya tinggal di sebuah rumah keluarga jerman di sebuah kota kecil , 30 menit jaark ke salah satu kota terbesar d Jerman yaitu Munich. Tinggal di rumah yang besar dan mendapatkan fasilitas mewah , mungkin selintas terlihat menyegarkan , namun jangan salah semua itu ahrus di bayar dengan pengorbanan, pernah mendengar kata _ kata seperti ini '' seenak-enak nya tinggal di ruamh orang tak akan seenak tinggal diruamh sendiri'' dan seratus niali saya untuk kalimat itu. Karena saya merasakan hal yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar